Emas

Harga Emas Turun ke Level Terendah 2 Bulan

Liputan6.com, Jakarta Harga emas turun ke level terendah dalam waktu sekitar dua bulan pada hari Kamis. Penurunan ini setelah jumlah pengangguran mingguan AS lebih rendah mendukung pendirian Federal Reserve bahwa suku bunga harus naik lebih tinggi untuk mengendalikan inflasi. Dikutip dari CNBC, Jumat (24/2/2023), harga emas di pasar spot turun 0,1 persen pada USD 1.822,5 per ons pada 4:16 p.m. ET, setelah menyentuh level terendah sejak 30 Desember sebelumnya. Futures Emas A.S. turun 0,8 persen untuk menetap di USD 1.826,8. Jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim baru untuk tunjangan pengangguran secara tak terduga turun pekan lalu, menunjuk ke pasar tenaga kerja yang ketat dan tekanan inflasi. Sementara itu, produk domestik bruto negara itu meningkat pada tingkat tahunan 2,7 persen yang direvisi pada kuartal keempat tahun 2022, direvisi turun dari 2,9 persen yang dilaporkan bulan lalu. Suku Bunga The Fed Sementara angka PDB melewatkan sedikit harapan, penurunan penurunan klaim pengangguran membuat Fed di kursi pengemudi sedemikian rupa sehingga mereka dapat terus menaikkan tarif, kata Bob Haberkorn, ahli strategi pasar senior di RJO Futures. Pertemuan pada hari Rabu menunjukkan para pembuat kebijakan yang disepakati tarif perlu bergerak lebih tinggi, tetapi pergeseran ke kenaikan yang lebih kecil akan membiarkan mereka mengkalibrasi lebih dekat dengan data yang masuk. “Satu-satunya cara untuk memerangi inflasi adalah dengan menaikkan suku bunga dan satu-satunya cara yang akan hilang adalah ketika konsumen mengetuk, tetapi konsumen belum mengetuk, mereka masih membeli,” Haberkron menyoroti. Dana Fed Futures sekarang harga dalam tiga kenaikan lagi menjadi 5,25-5,50 persen meningkatkan ekspektasi kembali untuk pemotongan suku bunga di masa depan. Suku bunga yang tinggi meredam daya tarik emas sebagai lindung nilai inflasi sambil meningkatkan biaya peluang untuk memegang aset yang tidak menghasilkan. Harga Emas Dunia Jatuh ke Bawah USD 1.850 per Ons, Mampu Bangkit? Harga emas turun di bawah USD 1.850 per ons sepanjang Februari ini disebabkan penjualan ritel AS yang diluar prediksi pada Januari 2023. Pasar emas bereaksi terhadap data ekonomi yang kuat, yang menunjukkan lebih banyak pengetatan oleh Federal Reserve. Rilis makro yang sangat dinantikan dari minggu ini menunjukkan bahwa inflasi mendingin lebih lambat dari yang diperkirakan, sementara ekonomi AS tetap cukup kuat dan itu bisa membenarkan lebih banyak kenaikan suku bunga The Fed. “Logam mulia diperdagangkan di bawah USD 1850 berkat angka inflasi AS yang kaku dan pandangan yang bertentangan dari pejabat Fed. Mengingat bagaimana dolar kemungkinan akan mendapatkan kekuatan dari ekspektasi seputar Fed yang tetap hawkish lebih lama, ini bisa diterjemahkan menjadi lebih menyakitkan bagi nol- menghasilkan emas di jalan,” kata analis riset senior di FXTM Lukman Otunuga, dikutip dari laman Kitco News, Senin (20/2/2023). Otunuga menjelaskan, penjualan ritel dari Januari melambung tajam, naik 3 persen dibandingkan yang diharapkan 1,8 persen. Selain itu, aktivitas pabrik negara bagian New York mengalami kontraksi pada bulan Februari selama tiga bulan berturut-turut, tetapi dengan kecepatan yang jauh lebih lambat. Ini terjadi setelah data inflasi AS menunjukkan IHK tahunan sebesar 6,4 persen pada bulan Januari dibandingkan perkiraan perlambatan menjadi 6,2 persen “Sementara inflasi di ekonomi terbesar dunia terus melambat, itu tidak jatuh secepat yang diantisipasi investor, pada akhirnya menghidupkan kembali taruhan kenaikan suku bunga Fed. Mengingat bagaimana angka inflasi terbaru ini menambah laporan ledakan pekerjaan bulan Januari, dolar bisa naik lebih tinggi dalam jangka pendek,” tambah Otunuga. Sejumlah pembicara The Fed juga cenderung hawkish minggu ini, meningkatkan ekspektasi untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut. Presiden Fed Dallas Lorie Logan mengatakan The Fed harus tetap siap untuk melanjutkan kenaikan suku bunga untuk periode yang lebih lama dari yang diantisipasi sebelumnya” karena pasar tenaga kerja yang “sangat kuat”. Suku Bunga Sementara itu, Presiden Fed Philadelphia Patrick Harker mengatakan pembuat kebijakan mungkin perlu menaikkan suku bunga di atas 5 persen. “Berapa banyak di atas level itu akan sangat bergantung pada apa yang kami lihat, kami memiliki laporan inflasi yang bagus karena bergerak turun, tetapi tidak cepat,” ujar Harker. Disisi lain analis pasar di Kinesis Money Rupert Rowling, menilai penetapan kenaikan suku bunga yang harus dilakukan Fed dapat mempengaruhi penentuan harga emas di pasaran. “Prospek kenaikan suku bunga mengurangi daya tarik logam mulia, karena tidak menghasilkan imbal hasil bagi pemegangnya, dengan aset berbunga lainnya lebih disukai,” kata Rowling. Selain itu, data ekonomi yang kuat juga meminimalkan kemungkinan hard landing, yang merupakan salah satu pendorong utama emas memasuki tahun baru. “Banyak investor mengantisipasi bahwa skenario hard landing dapat terbukti mengganggu aset berisiko dan mendorong beberapa aliran menuju bullion. Sekarang sepertinya skenario hard landing tidak akan terjadi,” kata Analis pasar senior di OANDA Edward Moya.

Harga Emas Turun ke Level Terendah 2 Bulan Read More »

Sudah Ambles 3 Pekan, Harga Emas Diramal Masih Sulit Naik

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga emas sudah ambruk tiga pekan beruntun. Harga sang logam mulia juga diperkirakan masih labil cenderung melemah pada pekan ini karena masih “panasnya” ekonomi Amerika Serikat (AS). Pada penutupan perdagangan pekan lalu, Jumat (17/2/2023), emas ditutup di posisi US$ 1.842,18,19 per troy ons. Harga sang logam mulia memang menguat 0,26%. Namun, secara keseluruhan, emas ambruk 1,21% pada pekan lalu. Pelemahan tersebut jauh lebih dalam dibandingkan pekan sebelumnya yang melandai 0,05%. Pada tiga pekan lalu, emas juga ambruk 3,21%. Harga emas diperkirakan masih melandai pada pekan ini karena investor tengah khawatir dengan kebijakan moneter bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed). Pada perdagangan hari ini, Senin (20/2/2023) pukul 06: 02 WIB, harga emas melemah ada di posisi US$ 1.841,34 per troy ons. Harganya melandai 0,05%. “Untuk banyak investor, harga emas ini memusingkan. Ancaman resesi sudah tidak ada lagi. Di sisi lain, kebijakan moneter ketat diprediksi akan berlanjut dan ini membebani emas,” tutur analis Blue Line Futures, Phillip Streible, dikutip dari Reuters.Kekhawatiran pelaku pasar meningkat setelah data-data menunjukkan ekonomi AS masih melaju kencang. Kondisi tersebut mencerminkan inflasi AS masih sulit dijinakkan. Inflasi Januari 2023 menembus 6,4% (year on year/yoy), jauh di atas ekspektasi pasar yang berada 6-6,2%. Penjualan ritel AS juga meloncat 3% (yoy) pada Januari 2023, jauh di atas ekspektasi pasar (1,85%). Sementara itu, indeks harga produsen pada Januari juga tumbuh 0,7% (month to month/mtm) , jauh di atas ekspektasi pasar yakni 0,4%. “Inflasi sepertinya lebih sulit untuk dijinakkan dibandingkan proyeksi banyak pihak. Kita lihat data-data ekonomi juga menunjukkan ekonomi AS masih sangat kuat,” tutur analis TD Securities Bart Melek. Melek memperkirakan The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuan pada pertemuan Maret mendatang. “The Fed bahkan kemungkinan tidak akan berhenti sampai di sana. Artinya, suku bunga tinggi masih akan berlangsung lama,” imbuhnya Dilansir dari Kitco News, survei dari 17 analis menunjukkan jika 13 dari mereka memproyeksi emas masih akan melemah pada pekan ini. Hanya satu analis yang memperkirakan emas akan menguat. Sebanyak tiga analis menilai emas akan bergerak sideways. Analis memperkirakan titik support baru emas ada di level US$ 1.800 per troy ons. Kebijakan moneter yang ketat akan melambungkan dolar AS dan yield surat utang pemerintah AS. Kondisi ini tentu bukan yang hal yang bagus bagi pergerakan emas. Dolar AS yang menguat akan membuat emas semakin tidak terjangkau karena mahal. Emas juga tidak menawarkan imbal hasil sehingga akan kalah saing dengan surat utang pemerintah AS.

Sudah Ambles 3 Pekan, Harga Emas Diramal Masih Sulit Naik Read More »

Jangan Terjebak, Harga Emas Tengah dalam Tren Dead Cat Bounce

Jakarta, CNBC Indonesia – Pergerakan emas tengah berada dalam pola “dead cat bounce”. Sang logam mulia sempat melonjak pada Januari tetapi itu ternyata hanya mengawali tren pelemahannya pada Februari tahun ini. Pada penutupan perdagangan Kamis (16/2/2023), emas ditutup di posisi US$ 1.837,44 per troy ons. Harga sang logam mulia menguat sangat tipis 0,07%. Namun, harga emasmelandai pagi hari ini. Pada perdagangan Jumat (17/2/2023) pukul 06: 08 WIB, harga emas melemah 0,09%. Pelemahan emas hari ini semakin menegaskan tren pelemahan emas yang sudah berlangsung sejak awal bulan. Dalam sepekan terakhir, emas bahkan sudah melemah 1,5%. Emas memang sempat naik turun sejak awal Februari 2023 tetapi secara keseluruhan emas ambruk 4,8% sepanjang bulan ini. Bandingkan dengan pergerakan emas pada Januari yang melambung 5,7%. Sang logam mulia bahkan menembus US$ 1.900 untuk pertama kalinya sejak April 2022. Penguatan emas pada Januari ini terjadi setelah emas loyo di hampir sepanjang Maret-Desember 2022. Emas melemah setelah bank Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga secara agresif sebesar 450 bps sejak Maret 2022. Analis independen Ross Norman menjelaskan tren pelemahan emas say ini menunjukkan sang logam mulia ada di fase atau pola “dead cat bounce”. Investor biasanya terjebak ke dalam pola tersebut dan merugi. Pola tersebut merujuk pada kenaikan harga aset secara sementara di tengah kondisi bearish atau dalam tren pelemahan yang panjang. “Emas tengah dalam pola “dead cat bounce” atau pemulihan sementara waktu setelah penurunan yang signifikan atau pulih karena bargain hunting. Kekhawatiran resesi sempat menopang emas,” tutur Norman, kepada Reuters. Harga emas melemah pada pagi hari ini karena data penjualan ritel dan indeks harga produsen di AS naik di atas ekspektasi. Indeks harga produsen naik 0,7% pada Januari 2023, lebih tinggi dibandingkan estimasi pasar yakni 0,4%. Data ini semakin menunjukkan jika inflasi AS masih kencang. Pada pekan lalu, AS juga mengumumkan inflasi pada Januari menyentuh 6,4% (year on year/yoy). Inflasi di atas ekspektasi pasar yang ada di kisaran 6-6,2%. Data terbaru AS tersebut menguatkan kekhawatiran pasar jika The Fed akan melanjutkan kebijakan hawkishnya. “Inflasi memang melambat tetapi dalam fase yang terlalu lamban. Hal ini bisa membuat suku bunga tinggi akan bertahan lama. Ini tentu saja tidak bagus baik emas,” tutur analis TD Securities, Daniel Ghali. Kebijakan moneter yang ketat akan melambungkan dolar AS dan yield surat utang pemerintah AS. Kondisi ini tentu bukan yang hal yang bagus bagi pergerakan emas. Dolar AS yang menguat akan membuat emas semakin tidak terjangkau karena mahal. Emas juga tidak menawarkan imbal hasil sehingga akan kalah saing dengan surat utang pemerintah AS.

Jangan Terjebak, Harga Emas Tengah dalam Tren Dead Cat Bounce Read More »

Bak Roller Coaster, Harga Emas Naik Turun dengan Cepat

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga emas bergerak sangat labil menjelang pengumuman inflasi Amerika Serikat (AS) malam nanti.  Pada penutupan perdagangan Senin (13/2/2023), emas ditutup di posisi US$ 1.861,9 per troy ons. Harga sang logam mulia menguat tipis 0,07%. Penguatan emas berbanding terbalik dengan pelemahan sang logam mulia pada Jumat pekan lalu.  Volatilitas emas kembali berlanjut pada pagi hari ini. Pada Selasa (14/2/2023) pukul 06: 20 WIB, harga emas ada di posisi US$ 1.853,6 per troy ons. Harganya melemah 0,45%. Analis dari RJO Futures, Bob Haberkorn, mengatakan emas menjadi labil karena data inflasi bisa lebih tinggi dari ekspektasi pasar.  Sejauh ini, pasar berekspektasi inflasi AS akan mencapai 6-6,2% pada Januari 2023, melandai dibandingkan 6,5% pada Desember 2022. AS akan mengumumkan data inflasi Januari pada Rabu malam nanti pukul 20:30 WIB.  Sementara itu, analis Exinity Han Tan memperkirakan emas akan bergerak lamban selama data inflasi belum keluar. “Emas sepertinya sulit membuat pergerakan yang masif menjelang data inflasi. Data terbaru menunjukkan inflasi masih sulit turun. Ini bisa membuat emas tertahan,” tutur Han Tan, dikutip dari Reuters. Inflasi AS akan menjadi pertimbangan utama bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) dalam menentukan kebijakan moneternya. Jika inflasi AS masih kencang maka The Fed bisa kembali agresif. Hal ini akan melambungkan dolar AS sementara sebaliknya harga emas akan melemah.

Bak Roller Coaster, Harga Emas Naik Turun dengan Cepat Read More »

Jelang Rilis Inflasi AS, Emas Akan Bergerak Labil Pekan Ini

Jakarta, CNBC Indonesia – Pergerakan emas diperkirakan akan labil pada pekan ini karena investor menunggu data inflasi Amerika Serikat (AS). Harga sang logam mulia bahkan terancam anjlok jika inflasi di atas ekspektasi pasar. Pada perdagangan hari ini, Senin (13/2/2023), harga emas pada pukul 06:15 WIB ada di posisi US$ 1.864,43 per troy ons. Harganya melandai 0,02%. Pelemahan ini berbanding terbalik pada penutupan pada Jumat pekan lalu di mana emas menguat tipis 0,18% di harga US$ 1.864,67 per troy ons. Seperti diketahui, AS akan merilis data inflasi Januari 2023 pada Selasa (14/2/2023). Pelaku pasar berekspektasi inflasi akan melandai ke 6-6,2% (year on year/yoy) pada bulan lalu, dari 6,5% (yoy) pada Desember 2022. Pengumuman inflasi menjadi sangat penting karena pasar menangkap ada perbedaan pandangan pejabat bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) mengenai inflasi yang berkembang saat ini. Chairman The Fed Jerome Powell melihat sudah ada tanda disinflasi sementara sejumlah pejabat lain seperti Thomas Barkin melihat tugas inflasi jauh dari selesai. Jika inflasi melemah maka The Fed memiliki lebih banyak ruang untuk melonggarkan kebijakan moneternya. “Kita membutuhkan katalis penting untuk aktivitas emas pekan ini, yakni inflasi. Jika inflasi sesuai harapan maka tidak ada goncangan pada harga emas,” tutur analis dari Kitco News, Daniel Ghali, dikutip dari Kitco News. Ghali dan sejumlah analis pasar memperkirakan emas akan bergerak di kisaran US$ 1.800-1.855 per troy ons pekan ini. “Kami perkirakan inflasi akan lebih rendah dibandingkan konsensus sehingga harga komoditas akan naik. Inflasi yang lebih rendah meredakan kekhawatiran pasar jika The Fed akan kembali hawkish,” tutur analis Capital Economics, dikutip dari FX Street. Jika The Fed melonggarkan kebijakan moneternya maka dolar AS bisa tertekan karena semakin banyak dijual trader dan investor.  Kondisi ini tentu berdampak manis ke emas karena emas semakin murah sehingga permintaannya naik.

Jelang Rilis Inflasi AS, Emas Akan Bergerak Labil Pekan Ini Read More »

Scroll to Top