svb

Robert Kiyosaki & Dr Kiamat Sarankan Beli Emas, Dunia Parah?

Jakarta, CNBC Indonesia – Kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank di Amerika Serikat (AS) langsung menjadi sorotan dunia. Terjadi perbedaan pendapat antara para analis, ekonom hingga pelaku pasar terkait kolapsnya kedua bank tersebut. Ada yang menyebut krisis perbankan akan meluas, yang lain berpendapat itu tidak akan terjadi.

Namun, pasar finansial sudah merasakan dampak buruknya. Bursa saham global mengalami volatilitas tinggi dan cenderung anjlok.

Penulis buku Rich Dad Poor Dad, Robert Kiyosaki juga turut memberikan komentar lewat cuitan di akun pribadinya di Twitter. Kiyosaki mengajak netizen untuk membeli emas.

“Dua bank besar sudah hancur, bank ketiga tinggal tunggu giliran. Belilah emas, perak, dan koin (krypto) sekarang, jangan beli ETF (exchange traded fund). Ketika bank ketiga hancur, maka harga emas dan perak akan naik. Di 2008, saya sudah meramalkan kehancuran Lehman Brothers sebelum kabar itu ramai diberitakan di CNN, kalau Anda ingin buktinya kunjungi RICH DAD.com,” ujar Kiyosaki di akun Twitternya pada 11 Maret 2023 lalu.

Emas merupakan aset aman (safe haven) yang sudah teruji. Setiap kali krisis atau resesi terjadi, harganya cenderung mengalami kenaikan.

xauSumber: macrotrends, element.visualcapitalist.com (data hingga Juli 2022)

Sebelumnya ekonom Nouriel Roubini atau yang dikenal dengan “Dr Doom” alias “Dokter Kiamat” juga menyatakan dalam kondisi saat ini emas menjadi salah satu aset investasi yang tepat.

Roubini mendapat predikat tersebut setelah memprediksi terjadinya krisis finansial global 2008 dan benar terjadi.

Kini ia memprediksi inflasi di Amerika Serikat akan bertahan di kisaran 6% sangat jauh dari target bank sentral AS (The Fed) 2%.

“Jika saya benar, rata-rata inflasi tidak akan sebesar 2%, tetapi 6%. Kemerosotan yang kita lihat pada tahun lalu pada saham dan obligasi akan menjadi lebih parah dalam beberapa tahun ke depan,” kata Roubini dalam wawancara dengan CNN, Kamis (23/2/2023).

Roubini menyebut investor saat ini harus keluar dari saham dan obligasi, dan berinvestasi ke aset yang memiliki lindung nilai terhadap inflasi seperti emas.

Ia melihat kondisi ekonomi saat ini mirip dengan 2007/2008, dilihat dari tingginya utang negara dan korporasi. Hal ini bisa memicu krisis yang parah.

Bank sentral AS (The Fed) yang terus menaikkan suku bunga dikatakan akan menciptakan banyak ‘perusahaan zombie’, perusahaan yang dibentuk saat era suku bunga rendah, tetapi hingga saat ini belum mampu menghasilkan laba untuk membayar utang.

“Banyak institusi zombie, rumah tangga zombie, perusahaan, bank, shadow bank, dan negara zombie akan bangkrut akibat suku bunga yang terus naik,” ujar Roubini Oktober lalu.

Perusahaan zombie memang sudah kerap kali disebut dalam beberapa tahun terakhir. Perusahaan ini banyak tumbuh saat era suku bunga rendah, biaya utang yang murah, tetapi belum mampu mencatat profit atau membiayai utang mereka.

Selain itu Dr Doom melihat ada risiko resesi yang terjadi gabungan antara stagflasi 1970an dan 2008.

Dalam artikel Majalah Time yang terbit Kamis (13/10/2022), Dr. Doom mengatakan dunia akan menuju “kebangkrutan besar-besaran dan krisis finansial yang berlarut-larut”.

Kolapsnya SVB dan Signature Bank membuat prediks Dr Doom mulai terbukti. Tingginya suku bunga The Fed menjadi salah satu penyebab kolapsnya SVB. Banyak perusahaan startup menarik deposito mereka di SVB akibat kondisi saat ini menyulitkan untuk IPO. Penarikan dana yang ditempatkan di bank menjadi jalan untuk menstabilkan kondisi finansial.

Dampaknya, SVB menjadi kekurangan modal. Guna menambah likuditas, SVB menjual obligasi yang dimiliki meski harus merugi hingga US$ 1,8 miliar. Lagi-lagi suku bunga The Fed yang tinggi menjadi biang kerok kerugian tersebut.

Suku bunga yang tinggi membuat harga obligasi AS (Treasury) saat ini jatuh, tercermin dari imbal hasil (yield) yang melesat naik. Maklum saja, para investor melihat penerbitan Treasury yang baru akan menawarkan yield yang lebih tinggi, bahkan menempatkan deposito di perbankan juga suku bunganya lebih menarik.

Alhasil, harga Treasury yang tersedia di pasar langsung terbanting, penjualan yang dilakukan SVB pun berakibat kerugian yang besar.

Masalahnya kini tidak hanya di Amerika Serikat saja, hampir di semua negara menerapkan suku bunga tinggi. Apa yang terjadi dengan SVB dan Signature Bank tentunya bisa juga terjadi di negara lain.

Terbukti, saat ini bank Credit Suisse kini sedang gonjang-ganjing.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan sudah mengingatkan atas dampak domino dari tumbangnya bank-bank di AS.

“Ada kebangkrutan bank di Amerika, Silicon Valley Bank. Semuanya ngeri begitu ada satu bank yang bankrut. Dua hari, muncul lagi bank berikutnya yang kolaps, Signature Bank,” tutur Jokowi pada pembukaan Business Matching Produk Dalam Negeri, Jakarta, Rabu (15/3/2023).Presiden juga meminta semua pihak untuk waspada mengingat dampak besar dari krisis perbankan tersebut.

“Semua negara sekarang ini menunggu efek dominonya akan kemana, oleh sebab itu kita hati-hati,” imbuhnya.

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

Robert Kiyosaki & Dr Kiamat Sarankan Beli Emas, Dunia Parah? Read More »

Headline

Pengumuman Penting! Pemilik Emas Silakan Berpesta Pora

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga emas kembali terbang tinggi setelah krisis di sektor perbankan menjalar ke Eropa. Pada penutupan perdagangan Rabu (15/3/2023), emas ditutup di posisi US$ 1.918,09 per troy ons. Harga sang logam mulia melonjak 0,84%.

Harga tersebut adalah yang tertinggi sejak 1 Februari 2023 atau 2,5 bulan terakhir

Emas masih menguat pada pagi hari ini. Pada perdagangan Kamis (16/3/2023) pukul 06:27 WIB, harga emas di posisi US$ 1.921,73 per troy ons atau menguat 0,19%.

Harga emas terbang setelah krisis Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank mengguncang Amerika Serikat (AS) sejak pekan lalu. Sejak Kamis (8/32023), emas terus menguat. Pengecualian terjadi pada Selasa pekan ini.

Bila dihitung sejak krisis SVB merebak yakni Kamis pekan lalu atau delapan hari terakhir, sang logam mulia sudah terbang 5%.

Emas hanya melemah 0,58% pada perdagangan Selasa kemarin sejalan dengan melandainya kekhawatiran pasar mengenai krisis SVB. Namun, kekhawatiran hanya mereda sehari. Pasar kembali diguncang oleh krisis yang dialami Credit Suisse.

Saham Credit Suisse anjlok 24,2% kemarin dan sudah turun selama delapan hari perdagangan dengan pelemahan menembus 39%.

Persoalan Credit Suisse bermula setelah mereka mengakui ada “kelemahan material” yakni kelemahan dalam kontrol internal mereka ketika bank terlambat merilis laporan keuangan.

Bank dengan operasional terbesar di Swiss tersebut menunda rilis laporan keuangan mereka yang seharusnya diserahkan kepada Komisi Sekuritas dan Bursa AS pekan lalu.

Laporan keuangan 2022 menyebut bank yang berdiri sejak 1856 tersebut mencatat rugi bersih senilai US$ 7,8 miliar. Kerugian salah satunya oleh penarikan dana besar-besaran hingga menembus 110 billion francs atau sekitar US$ 120 miliar (Rp 1.843,2 triliun).

Persoalan makin runyam karena investor terbesar mereka Saudi National Bank menolak memberikan tambahan modal karena terbentur aturan kepemilikan saham maksimal 10%.

Dengan cepat krisis Credit Suisse membuat bursa saham Amerika Serikat (AS) dan Eropa rontok berjamaah.


Pelaku pasar kini khawatir jika krisis akan meluas ke bank-bank lain di tingkat global.

Emas pun menikmati berkah kekhawatiran pasar ini. Logam mulia merupakan aset safe haven yang diburu investor saat terjadi ketidakpastian ekonomi dan ketegangan politik.

“Ini jelas-jelas perdagangan yang menguntungkan aset safe haven. Ada begitu banyak kekahwatiran mengenai Credit Suisse. Bank-bank Eropa kini sangat tertekan. Ini membuat investor beralih ke aset aman,” tutur Phillip Streible, chief market strategist Blue Line Futures, dikutip dari Reuters.

Pelaku pasar kini menunggu seberapa kencang emas akan berlari setelah apa yang terjadi di sektor perbankan.
“Orang kini memilih aset aman seperti bond dan logam mulia dibandingkan aset berisiko seperti saham,” imbuhnya.

Laju kencang emas juga ditopang melandainya AS. Amerika pada Rabu malam waktu Indonesia mengumumkan jika Indeks Harga Produsen (IPP) terkontraksi 0,1% pada Februari 2023 dibandingkan bulan sebelumnya (mtm).

Indeks Indeks lebih rendah dibandingkan ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan 0,3%. Secara tahunan, indeks naik 4,6% pada Febuari 2023 atau terendah sejak Maret 2021.

AS juga mengumumkan jika penjualan ritel mereka pada Februari 2023 terkoreksi 0,4% (mtm), lebih dalam dibandingkan ekspektasi pasar (koreksi 0,3%).
Indeks jauh memburuk dibandingkan Januari yang tercatat 3,2% (mtm).

Penjualan ritel secara tahunan hanya naik 5,4% (yoy) pada Februari 2023, jauh di bawah penjualan pada Januari yang tercatat 7,7% (yoy).

Data ini semakin menegaskan jika ekonomi AS mulai mendingin setelah tumbuh kencang. Data inflasi AS juga menunjukkan inflasi sudah melandai ke 6% (yoy) pada Februari, dari 6,4% (yoy) pada Januari.

Dengan inflasi, IPP, dan penjualan ritel yang melemah maka pelaku pasar semakin optimis jika bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan melunak.

Pengumuman Penting! Pemilik Emas Silakan Berpesta Pora Read More »

news feed

Capek Terbang ke Langit, Emas Kembali Mendarat di Bumi

Jakarta, CNBC Indonesia – Harga emas mulai melandai setelah terbang tinggi selama empat hari. Pada penutupan perdagangan Selasa (14/3/2023), emas ditutup di posisi US$ 1.902,12 per troy ons. Harga sang logam mulia jatuh 0,58%.

Melandainya emas kemarin mengakhiri periode gemilang selama empat hari sebelumnya. Sejak Rabu (8/3/2023) hingga Senin pekan ini atau empat hari perdagangan tersebut, harga emas terbang 5,5%.

Emas bahkan mencatat kenaikan sebesar 2,43% sehari pada Senin kemarin. Kenaikan tersebut menjadi yang tertinggi sejak 10 November 2022 atau empat bulan terakhir di mana pada tanggal tersebut emas terbang 2,84% sehari.

Penguatan luar biasa pada Senin pekan ini juga membawa emas kembali ke level psikologis US$ 1.900 per troy ons lagi setelah terlempar dari level tersebut sejak 2 Februari 2023.

Harga emas terbang karena meningkatnya kekhawatiran pasar Amerika Serikat (AS) setelah krisis yang menimpa Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank.

Setelah turun tajam kemarin, harga emas naik tipis pada pagi hari ini. Pada perdagangan hari ini, Rabu (15/3/2023) pukul 06:28 WIB, harga emas ada di posisi US$ 1.904,05 per troy ons. Harganya menguat tipis 0,1%.

Analis dari TD Exinity Han Tan menjelaskan emas kembali melemah dan hanya naik tipis karena kekhawatiran atas krisis perbankan sudah mulai mereda.

Namun, dia mengingatkan emas masih berpotensi menguat jika krisis memburuk.

“Emas tengah mengambil nafas setelah melonjak luar biasa akibat kekhawatiran pasar. Selama ada risiko menyebarnya risiko krisis SVB maka aset aman seperti emas akan tetap jadi pilihan,” tutur Han Tan, dikutip dari Reuters.

Selain SVB, emas juga masih memiliki penopang lain berupa melandainya inflasi AS. Inflasi melandai ke 6% (year on year/yoy) pada Februari 2023, terendah sejak September 2021.

Melandainya inflasi dan krisis SVB semakin meningkatkan optimism pelaku pasar jika bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan melunak.

The Fed diperkirakan hanya akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pekan depan. The Fed sudah menaikkan suku bunga sebesar 450 bps sejak Maret tahun lalu menjadi 4,5-4,75%.

Jika The Fed melunak maka dolar AS akan melemah dan ini bakal menguntungkan emas karena harganya semakin terjangkau untuk dibeli sebagai investasi.

Capek Terbang ke Langit, Emas Kembali Mendarat di Bumi Read More »

news feed
Scroll to Top