Bisnis.com, JAKARTA – Harga emas global hari ini berpotensi melemah terdampak prospek penguatan dolar Amerika Serikat (AS).
Tim Analis Monex Investindo Futures menilai emas berpeluang bergerak turun dalam jangka pendek di tengah outlook menguatnya dolar AS dan tingginya tingkat imbal hasil obligasi AS. Kondisi ini seiring meredanya kekhawatiran terhadap resesi ekonomi AS.
“Pada hari ini pasar akan mencari katalis dari pidato anggota The Fed seperti Philip Jefferson pada pukul 19:30 WIB dan John Williams pada pukul 23:05 WIB,” tulis analis Monex, Selasa (9/5/2023).
Sementara itu, kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Juni di divisi Comex New York Exchange, naik US$8,40 atau 0,41 persen menjadi ditutup pada US$2.033,20 per ounce pada akhir perdagangan Senin (8/5/2023). Selama perdagangan kemarin, emas sempat menyentuh level tertinggi sesi di US$2.037,10 dan terendah di US$2.022 per troy ounce.
“Pasar benar-benar hanya mendiskon setelah laporan gaji Jumat lalu,” kata Daniel Ghali, ahli strategi komoditas di TD Securities, mengatakan seperti dikutip oleh Antara. Ia merujuk pada aksi jual yang telah membuat harga emas hampir tiga persen di bawah level rekor yang dicapai minggu lalu.
Dari sentimen luar negeri, China diperkirakan akan melaporkan pertumbuhan ekspor bulan April karena permintaan global meningkat. Ekonomi terbesar kedua di dunia ini mengejutkan pasar ketika ekspornya melebihi perkiraan pada bulan Maret.
Mengutip Bloomberg, dolar AS merayap lebih tinggi di awal perdagangan Asia pagi ini, menuju kenaikan hari kedua. Greenback membalikkan kerugian sebelumnya pada Senin setelah Survei Opini Pejabat Pinjaman Senior Federal Reserve mengisyaratkan pasar kredit sedikit mengetat, sementara permintaan pinjaman bisnis melemah. Imbal hasil obligasi Australia dan Selandia Baru dibuka lebih tinggi pada perdagangan Selasa.
Adapun imbal hasil obligasi pemerintah AS sedikit berubah pada awal perdagangan hari ini setelah jatuh pada Senin karena investor mempertimbangkan apa yang diperlukan Bank Sentral The Fed untuk melonggarkan kebijakan moneternya.