Jakarta, CNBC Indonesia – Harga emas melambung bahkan menyentuh level tertinggi sepanjang masa setelah bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) mengumumkan kebijakan moneternya.
Merujuk pada Refinitiv, harga emas di titik spot pada perdagangan Kamis (4/5/2023) pagi, harga emas menyentuh US$ 2.072,19 per troy ons.
Posisi tersebut ada dalam level tertinggi sepanjang masa. Posisi tertinggi emas, bukan pada penutupan perdagangan, yang pernah disentuh emas adalah di posisi US$ 2.072,49 per troy ons.
Pada perdagangan Rabu (3/5/2023), harga emas ditutup di posisi US$ 2.039,02 per troy ons. Harganya menguat 1,13%.
Emas langsung terbang pada pagi hari ini. Sempat menyentuh US$ 2.072, 19 per troy ons pada pagi hari ini, emas melandai dan berada di posisi US$ 2.056,77 per troy ons pada pukul 07:10 WIB. Harganya naik 0,87% dibandingkan penutupan kemarin.
Bila merujuk pada penutupan perdagangan, rekor tertinggi masih tercatat pada 6 Agustus 2020 di mana emas ditutup pada level US$ 2.063,19 per troy ons.
Dalam catatan Refinitiv, hanya dua kali harga emas mampu ditutup di atas US$ 2.050 per troy ons yakni pada 6 Agustus 2020 dan 8 Maret 2022 (US$ 2.052, 41 per troy ons).
Lonjakan harga emas pada Agustus 2020 dipicu oleh kekhawatiran pasar dan warga dunia mengenai pandemi Covid-19. Lonjakan harga pada Maret 2022 adalah imbas ketidakpastian akibat perang.
Lonjakan pada hari ini ditopang oleh keputusan The Fed. Bank sentral paling super power di dunia tersebut memang tetap mengerek suku bunga sebesar 25 bps menjadi 5,0-5,25% pada Rabu (3/5/2023).
The Fed juga belum mengisyaratkan akan segera melunak dengan memangkas suku bunga. Namun, Chairman The Fed Jerome Powell mengisyaratkan akan mengakhiri kenaikan suku bunga.
Sebagai catatan, The Fed telah menaikkan suku bunga sebanyak 10 kali sejak Maret tahun lalu setelah inflasi AS melambung.
Suku bunga saat ini adalah yang tertinggi sejak 2006 atau 12 tahun terakhir.
Tai Wong, analis independen emas, menjelaskan harga emas melonjak karena The Fed mengisyaratkan akan menghentikan kenaikan suku bunga.
Dengan tidak adanya kenaikan maka dolar AS diharapkan akan melemah dan yield surat utang pemerintah AS akan melandai. Kondisi tersebut akan menguntungkan emas karena dolar semakin terjangkau untuk investasi.
Di sisi lain, emas juga tidak menawarkan imbal hasil sehingga kenaikan yield hanya merugikan emas.
“Emas tetap naik meski ada pernyataan hawkish dari Powell. Pasar melihat jika The Fed akan segera menghentikan suku bunga,” tutur Tai Wong, dikutip dari Reuters.
Analis Standard Chartered, Suki Cooper, mengatakan harga emas tetap terbang karena krisis perbankan dan utang pemerintah AS.
“Pasar sangat khawatir dengan krisis perbankan regional AS dan persoalan pfaon utang pemerintah AS. Kondisi ini membuat emas untung,” tutur Suki.
Senin dini hari (1/5/2023), krisis perbankan resmi memakan korban baru dengan regulator AS menyita First Republic Bank dan mencapai kesepakatan untuk menjual sebagian besar operasinya kepada JPMorgan Chase, bank terbesar di AS.
Sebelumnya, tiga bank juga kolaps yakni Silicon Valley Bank, Signature Bank, dan Silvergate Bank.
Apa yang menimpa bank-bank AS tentu saja membuat investor mempertanyakan stabilitas lembaga keuangan regional yang lebih kecil.
Pasar juga dikhawatirkan dengan utang AS yang cenderung bermasalah. Menteri Keuangan AS, Janet Yellen mengatakan bahwa AS bakal gagal membayar utang (default) pada 1 Juni mendatang.
Hal ini akibat alotnya pembahasan untuk menaikkan plafon utang AS. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang kini dipimpin Partai Republik memilih untuk menaikkan menaikkan batas pinjaman nasional.
Ada syarat yakni pemotongan drastis anggaran belanja karena pemerintah dianggap terlalu boros, yang bakal menjadi sandungan bagi Presiden Joe Biden yang berasal dari Partai Demokrat.
Krisis bagi emas adalah berkah. Status emas sebagai aset aman dan minim risiko membuat investor mencari sang logam mulia ketika ketidakpastian meningkat.