Jakarta, CNBC Indonesia – Pergerakan emas diperkirakan akan labil pada pekan ini karena investor menunggu data inflasi Amerika Serikat (AS). Harga sang logam mulia bahkan terancam anjlok jika inflasi di atas ekspektasi pasar.
Pada perdagangan hari ini, Senin (13/2/2023), harga emas pada pukul 06:15 WIB ada di posisi US$ 1.864,43 per troy ons. Harganya melandai 0,02%.
Pelemahan ini berbanding terbalik pada penutupan pada Jumat pekan lalu di mana emas menguat tipis 0,18% di harga US$ 1.864,67 per troy ons.
Seperti diketahui, AS akan merilis data inflasi Januari 2023 pada Selasa (14/2/2023). Pelaku pasar berekspektasi inflasi akan melandai ke 6-6,2% (year on year/yoy) pada bulan lalu, dari 6,5% (yoy) pada Desember 2022.
Pengumuman inflasi menjadi sangat penting karena pasar menangkap ada perbedaan pandangan pejabat bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) mengenai inflasi yang berkembang saat ini.
Chairman The Fed Jerome Powell melihat sudah ada tanda disinflasi sementara sejumlah pejabat lain seperti Thomas Barkin melihat tugas inflasi jauh dari selesai.
Jika inflasi melemah maka The Fed memiliki lebih banyak ruang untuk melonggarkan kebijakan moneternya.
“Kita membutuhkan katalis penting untuk aktivitas emas pekan ini, yakni inflasi. Jika inflasi sesuai harapan maka tidak ada goncangan pada harga emas,” tutur analis dari Kitco News, Daniel Ghali, dikutip dari Kitco News.
Ghali dan sejumlah analis pasar memperkirakan emas akan bergerak di kisaran US$ 1.800-1.855 per troy ons pekan ini.
“Kami perkirakan inflasi akan lebih rendah dibandingkan konsensus sehingga harga komoditas akan naik. Inflasi yang lebih rendah meredakan kekhawatiran pasar jika The Fed akan kembali hawkish,” tutur analis Capital Economics, dikutip dari FX Street.
Jika The Fed melonggarkan kebijakan moneternya maka dolar AS bisa tertekan karena semakin banyak dijual trader dan investor. Kondisi ini tentu berdampak manis ke emas karena emas semakin murah sehingga permintaannya naik.