Jakarta, CNBC Indonesia – Harga emas menguat cukup tajam pada perdagangan kemarin. Namun, sang logam mulia diproyeksi masih akan mendapat tekanan tajam ke depan.
Pada penutupan perdagangan Senin (27/2/2023), emas ditutup di posisi US$ 1.817,31 per troy ons. Harga sang logam mulia menguat 0,36%.
Penguatan tersebut mengakhiri tren negatif emas yang terjadi dalam lima hari perdagangan sebelumnya. Sepanjang periode 20-24 Februari 2023 tersebut emas ambruk 1,67%.
Penguatan emas masih berlanjut pada pagi hari ini. Pada perdagangan hari ini, Selasa (28/2/2023) pukul 06: 24 WIB, harga emas ada di posisi US$ 1.817,39 per troy ons.
Harganya menguat tipis 0,002%.
Kendati menguat kemarin, analis FXTM, Lukman Otunuga, memperkirakan emas akan kesulitan menguat ke depan. Sampai dengan pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 21-22 Maret mendatang, harga emas akan labil cenderung melemah.
Keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) pada rapat tersebut akan sangat menentukan gerak emas setelahnya.
“Fed sudah berkali-kali menekankan langkah penting untuk menekan inflasi yang naik pada Januari 2023. Emas tidak menawarkan imbal hasil sehingga kenaikan suku bunga akan menyeret harga emas terus melemah,” tutur Otunuga, dikutip dari Reuters.
Kenaikan suku bunga The Fed akan melambungkan dolar AS dan yield surat utang pemerintah AS.
Kondisi ini tentu bukan yang hal yang bagus bagi pergerakan emas. Dolar AS yang menguat akan membuat emas semakin tidak terjangkau karena mahal.
Emas juga tidak menawarkan imbal hasil sehingga akan kalah saing dengan surat utang pemerintah AS.
Otunuga memperkirakan titik emas akan melandai ke kisaran US$ 1.800. Sejumlah analis bahkan memperkirakan titik support emas akan turun ke US$ 1.790.
“Emas akan sangat sensitive terhadap pernyataan atau apapun yang terkait dengan kebijakan The Fed. Juga, dengan setiap pergerakan data ekonomi AS,” ujar Otunuga.